Selasa, 20 April 2010

tarian dan musik sakral dayak kanayatn




a. Seni Tari
Seni tari Dayak Kanayatn umumnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tari untuk upacara ritual dan tarian kesenian. Perbedaan yang mendasar dari kedua bentuk kesenian itu teletak pada proses penggunaannya, sebagai tarian ritual khusus dibawakan pada upacara ritual. Tarian tersebut dianggap sakral dan harus digunakan pada tempatnya. Tarian kesenian tradisi, walaupun terkadang sama-sama diperuntukan dalam konteks upacara, namun hanya sebagai hiburan yang dibawakan sesudah upacara inti selesai dan dapat digunakan dalam konteks lain.
Ada beberapa jenis tarian upacara ritual dalam masyarakat Dayak Kanayatn, antara lain tari Amboyo, tari Totokng, tari Baliatn. Tari Amboyo adalah tari yang digunakan pada upacara Naik Dango, yaitu upacara syukuran padi atau pesta panen. Tari Totokng adalah tarian yang digunakan pada upacara Notokng, yaitu upacara penghormatan kepada kepala kayauan. Upacara ini dilakukan untuk membuang sangar atau dosa bekas pekerjaan mengayau (berburu untuk memotong kepala) jaman dahulu, dan memohon agar selalu diberikan keselamatan. Tari Baliatn adalah tarian yang digunakan dalam upacara Baliatn. Semua tarian yang dibawakan dalam upacara itu senantiasa diiringi irama musik Dayak Kanayatn. Penggunaan musik dan tarian tersebut disesuaikan dengan upacara, sehingga masyarakat Dayak Kanayatn banyak mempunyai jenis tarian dan musik yang terkait erat dengan upacara.


b. Seni Musik
Musik tradisional bagi masyarakat Dayak Kanayatn merupakan salah satu aspek kebudayaan yang memiliki bentuk dan ciri khas dari setiap kelompok. Meskipun demikian, hampir semua kelompok mempunyai ciri-ciri dasar yang hampir sama antara satu dengan lainnya. Musik itu pada umumnya ditampilkan sebagai bagian upacara besar dalam siklus kehidupan dan peringatan waktu tertentu. Disamping itu digunakan pula sebagai hiburan, seperti dalam kesenian Jonggan.


Irama musik Dayak Kanayatn tergolong musik yang sangat fleksibel, sehingga dapat digunakan dalam upacara atau untuk mengiringi kesenian lain sebagai hiburan, seperti iringan tari, teater daerah, dan bentuk sajian tunggal (komposisi). Adapun jenis-jenis irama musik Kanayatn adalah sebagai berikut.

1). Irama Musik Bagu
Irama musik ini diciptakan oleh Abakng Nyawatn. Menurut tradisi lisan proses penciptaannya terinspirasi dari tujuh riam yang terdapat di sungai Bagu, sehingga musik tersebut dianggap sebagai replika bunyi dari ketujuh riam tersebut. Irama musik ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu Bagu, Samoko Lajakng, Samoko Batimang, Samoko Bagantung, Samoko Tapang, Taredek, dan Marense’.


2). Irama Musik Jubata
Irama musik Jubata dicipatakan oleh seorang Pamaliat (dukun) yang bernama Ne’ Ape’ Mantohari. Irama musik ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu Jubata Lajakng atau Jubata Manta’, Jubata Masak, Jubata Bagael atau Jubata Babulakng, Pate Mangkok atau Jubata Pulakng.


3). Irama Musik Totokng
Pencipta irama musik Totokng adalah Samine Nak Janyahakng Tatek. Menurut cerita lisan beliau diajari langsung oleh roh halus bernama Kamang Mantekng. Irama musik ini dibagi menjadi enam bagian, yaitu Totokng Maniamas, Totokng Palanteatn, Totokng We’ Ongan, Totokng Binalu, Ledang Lajakng, dan Ledang Panyaot.


4). Irama Musik Bawakng
Irama Bawakng berasal dari Ne’ Saruna Nak Ujatn Jantu’. Menurut cerita beliau mendapatkan pengetahuan tentang irama musik tersebut dari Ne’ Nyala’ Nang Nukukng Pajaji. Musik ini dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu Bawakng Lajakng, Bawakng Samoko, Bawakng Nyangkodo, Bawakng Joragan, Bawakng Kadedeng, Bawakng pulo atau Bawakng Panca, dan Bawakng Baramutn.


5). Irama Musik Dendo
Irama musik ini berasal dari Ne’ Dara Enokng. Ia memperoleh pengetahuan irama musik tersebut dari Sinede Pamalitn Pujut. Irama musik ini dibagi mejadi tiga bagian, yaitu Dendo 1, Dendo 2, Dendo 3.


6). Irama Musik Panyinggon.
Irama musik ini diperkenalkan oleh Ne’ Rendeng yang dipelajari langsung dari Sijore Pamaliatn Mawing. Musik ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu Panyinggon, Kaldoleng, Gundali, Denayu.


7). Irama Musik Sipanyakng Kuku
Irama musik Sipanyakng Kuku diciptakan oleh Ne’ Tumas yang dipelajari dari Oera Pamaliatn Buntianak. Musik ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Sipanyakng Kuku, Dara Enek, dan Sigurinti.


8). Irama Musik Ngaranto
Irama musik ini diciptakan oleh Dayakng Dadompa yang dipelajarinya langsung dari Bang Kire Pamaliatn Subayatn. Irama musik ini dibagi menjadi sembilan belas bagian, yaitu Singkaluma’, Patabakng Urakng Mati, Guruh Ari atau Ola’ Oleh, Anyut-anyut Titisawa, Gora’-Gora’, Jaja’ Nyango, Ne’ Nange, Titi Bajoa, Batakng Singunang, Tingkakok, Saka Barime, Rumah Ne’ Jule, Rangkat Tabu, Sare Andang, Soka’ Soke, Ranto Padakng, Rindu’ Ati, Burukng Bapuput, dan Danakng Liokng.


Irama musik Dayak Kanayatn merupakan tabuhan pokok yang banyak digunakan sebagai iringan tari dalam ritual perdukunan dan ansambel kesenian Jonggan. Selain tabuhan tersebut terdapat pola tabuhan Melok untuk mengiringi tarian pencak (silat) dalam upacara Pangka’, kemudian tabuhan Amboyo yang digunakan dalam upacara Naik Dango.


mandau menerut tradisi dayak


Mandau

1. Asal usul

Mandau adalah senjata tradisional masyarakat Melayu Dayak yang hidup di Kalimantan Timur, terutama di daerah Barito. Menurut cerita rakyat, sebutan lengkap senjata ini adalah mandau ambang birang bitang pojo ayun kayau. Pada zaman dahulu senjata mandau selalu dikaitkan dengan tradisi mengayau di kalangan orang Dayak, yakni memenggal kepala musuh, baik dalam peperangan atau lainnya. Tradisi ini akhirnya menjadi suatu kepercayaan masyarakat Dayak bahwa mandau yang sering digunakan untuk mengayau dianggap semakin keramat, sementara pemiliknya dianggap semakin sakti dan status sosialnya semakin tinggi. Namun saat ini, dengan semakin hilangnya tradisi mengayau sejak awal abad ke-20 M, mandau tidak sekeramat dahulu. Mandau sudah menjadi senjata biasa yang tidak hanya difungsikan untuk mengayau, tetapi juga untuk berburu, menebang pohon, menebas dahan dan menggali umbi-umbian.

Sejarah mencatat bahwa mandau yang asli dibuat dari batu gunung yang dilebur secara khusus oleh orang yang ahli, dengan diberi hiasan emas, perak atau tembaga. Senjata ini mirip dengan parang, perbedaannya hanya terletak pada ukiran yang dibuat di bagian bilah yang tumpul. Selain itu, pada bilah ini dibuat pula lubang-lubang yang ditutupi dengan kuningan guna memperindah bilah tersebut. Di sisi lain, kedudukan Mandau hampir sama dengan keris bagi masyarakat Jawa, atau rencong bagi masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Jenis-jenis

Biasanya mandau terdiri dari ulu (pegangan), sarung dan bilah. Ulu terbuat dari kayu pilihan dan diberi hiasan, di antaranya berupa jumbai-jumbai rambut manusia yang diambil dari kepala orang yang sudah dikayau, berfungsi sebagai penambah keangkeran dan keampuhannya. Sementara itu, sarungnya terbuat dari kayu yang juga dihias dengan beragam hiasan, di antaranya manik-manik dan bulu burung. Pada sarung ini diselipkan anak mandau berupa pisau pengerat kecil yang bertangkai panjang. Sedangkan bilah mandau berukuran panjang sekitar 70 cm, ujungnya runcing dengan lebar yang berbeda dari bagian pangkalnya. Lebar di bagian ujungnya sekitar 6, 5 cm, sementara di bagian pangkalnya kira-kira 3,5 cm. Sisi tajamnya terletak di bagian depan, sementara sisi majal (tumpul)nya di bagian punggung. Pada bagian punggung ini terdapat bentuk ukiran bergerigi yang diperindah pula dengan logam lain selain besi, misalnya tembaga atau kuningan.

Pada dasarnya, jenis-jenis mandau pada semua suku Dayak memiliki bentuk yang sama. Tetapi ada sedikit perbedaannya jika dilihat dari segi kelengkungan bilahnya: yakni ada bilah yang agak melengkung, lurus, ada pula yang agak condong ke belakang. Ciri-ciri tersebut membedakan jenis-jenis mandau seperti jenis mandau ilang yang hampir lurus; mandau langgi tinggang yang melengkung ke belakang; mandau naibor atau naibur yang memakai semacam pengait, hampir mirip dengan kembang kacang pada keris di dekat pangkalnya. Selain itu, ada pula jenis mandau pakagan dan mandau bayou yang masing-masing memiliki variasi bentuk tersendiri. Dari perbedaan jenis dan bentuk hiasan yang ada pada mandau, akan diketahui bahwa mandau dengan ciri-ciri tertentu adalah milik orang Dayak Maayan, Dayak Mbalan, Dayak Bahau, Dayak Ngaju, atau sub suku Dayak lainnya. Namun, belum ditemukan penjelasan yang lebih jauh mengenai suku Dayak yang memiliki jenis-jenis mandau tersebut.

3. Cara Membuat

(Dalam Proses Pengumpulan Data)

4. Nilai simbolis

Mandau merupakan salah satu senjata yang dikeramatkan oleh orang Dayak. Sebagai senjata keramat, mandau ini selalu disimpan di tempat khusus untuk penghormatan. Masyarakat Dayak meyakini bahwa mandau yang paling keramat adalah mandau yang dibuat Panglima Sempung dan Bungai, berikut keturunan mereka. Keturunan dari kedua Panglima ini sangat dihormati oleh masyarakat Dayak pada umumnya.

Di sisi lain, kekeramatan mandau dapat pula dilihat dari bentuk hiasan dan ukiran. Dari bentuk hiasan, seperti hiasan rambut yang diikatkan pada mandau diyakini bahwa roh orang yang dikayau akan tetap menyatu dengan mandau tersebut. Selain itu, semakin banyak bekas yang dihias pada ulu mandau menandakan bahwa banyak pula manusia yang mati karena senjata mandau tersebut. Sedangkan dari bentuk ukiran, seperti ukiran dari timah, perak atau logam lainnya bisa menjadi pelindung dari pengaruh-pengaruh jahat yang dapat mencelakakan si pemilik mandau tersebut.